Kamis, 15 Desember 2011

Pentingnya Mengenal TIK

Memasuki abad Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sekarang ini sangat dirasakan kebutuhan dan kepentingannya untuk perbaikan dan peningkatan kualitas Pembelajaran. Melalui Pemanfaatan TIK kita dapat meningkatkan kualitas SDM dan IPM, yaitu dengan cara membuka lebar-lebar terhadap akses ilmu pengetahuan dan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Terutama penerapan high tech dan high touch approach. Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi memberikan jangkauan yang luas, cepat, efektif, dan efesien terhadap penyebarluasan informasi ke berbagai penjuru dunia. Teknonologi informasi berkembang sejalan sengan perkembangan teori dan komunikasi dan teknologi yang menunjang terhadap praktek kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berbasis computer (CBI), Pembelajaran Berbasis Web (e-learning), Pembelajaran berbantukan computer (CAI), Pembelajaran berbasis AVA adalah bentuk pemanfaatan TIK yang perlu dilaksanakan dalam dunia pendidikan dewasa ini. Kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional. Setiap kegiatan pembelajaran selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan siswa sebagai peserta didik merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru.
Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya. Pada kegiatan pembelajaran, guru dan siswa saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan pembelajaran harus menjadi aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan yang jelas.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah memberikan kontribusi terhadap terjadinya revolusi dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Eric Ashby (1972) menyatakan bahwa dunia pendidikan telah memasuki revolusinya yang kelima. Revolusi pertama terjadi ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi ketika digunakannya tulisan untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio dan televisi untuk pemerataan dan perluasan pendidikan. Revolusi kelima, seperti saat ini, dengan dimanfaatkannya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tercanggih, khususnya komputer dan internet untuk digunakan dalam kegiatan pendidikan.
Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran. Dari berbagai kondisi dan potensi yang ada, upaya yang dapat dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas di perguruan tinggi adalah mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang berkelanjutan (Dirjen Dikti, 2004:12-13).
Seiring dengan perkembangan teknologi pendidikan berikut infrastruktur penunjangnya, upaya peningkatan mutu pendidikan di atas antara lain dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi pendidikan tersebut dalam suatu sistem yang dikenal dengan online learning. Online learning merupakan suatu sistem yang dapat memfasilitasi pendidik dan peserta didik belajar lebih luas, lebih banyak dan juga bervariasi. Melalui fasilitas yang disediakan oleh sistem tersebut, guru dan siswa dapat belajar kapan dan dimana saja tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Bahan yang dapat mereka pelajari juga lebih bervariasi, tidak hanya dalam bentuk sajian kata, tetapi dapat lebih kaya dengan variasi visual, audio, dan gerak.


Sumber Bacaan :
http://rusmantp.wordpress.com/e-learning-tik-dalam-pembelajaran/
http://kurtek.upi.edu/tik/

MERANCANG DAN MELAKUKAN EVALUASI FORMATIF

MERANCANG DAN MELAKUKAN EVALUASI FORMATIF Evaluasi formatif adalah proses perancangan untuk memperoleh data yang dapat digunakan untuk meninjau kembali instruksi agar lebih efisien dan efektif. Penekanan dalam evaluasi formatif adalah pada pengumpulan dan analisis dan revisi dari instruksi. Ada tiga fase dasar evaluasi formatif. Yang pertama adalah evaluasi perorangan, evaluasi kelompok kecil dan uji lapangan. 1. Merancang Evaluasi Formatif Kerangka acuan apa yang dapat gunakan untuk merancang evaluasi formatif? Dengan mengingat bahwa tujuan evaluasi formatif adalah untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan tertentu dalam bahan-bahan untuk mengoreksi mereka, termasuk desain evaluasi instrumen, prosedur, dan kebutuhan personil untuk menghasilkan informasi tentang lokasi dan alasan untuk setiap masalah. Ada lima bidang pertanyaan yang digunakan untuk mengevaluasi bahan. 1) Apakah bahan sudah sesuai untuk jenis hasil belajar yang diharapkan ? 2) Apakah bahan sudah memadai termasuk instruksi pada bawahan keterampilan? 3) Apakah bahan sudah jelas dan mudah dipahami ? 4) Berapakah nilai motivasi material untuk peserta didik ? 5) Bahan-bahan yang dapat dikelola secara efisien dengan cara mereka dimediasi? 2. Peranan Tenaga Ahli dalam Evaluasi Formatif Selain adanya data evaluasi dari peserta belajar perlu juga melihat analisi dari seorang ahli. Ketika draf desain selesai terkadang desain tidak bisa melihat permasalahan yang ada. Resensi atau pendapat dari tenaga ahli perlu dipertimbangkan untuk perbaikan dan perubahan pada draf pertama desain. Terutama dalam strategi belajar, tipe belajar dan ketetapatan bahan yang akan digunakan dalam desain peserta belajaran. 3. Evaluasi Perorangan Tujuan evaluasi formatif perorangan adalah untuk mengidentifikasi dan menghapus kesalahan yang mencolok dalam pengajaran. Evaluasi ini melibatkan 3 atau lebih peserta didik yang berinteraksi langsung dengan desainer. Ada tiga kriteria utama dan dalam evaluasi perorangan ini yaitu : Kejelasan, Dampak dan Kelayakan . Ada beberapa pertimbangan dalam melakukan evaluasi perorangan yaitu : 1) Memilih Pelajar Penentuan pelajar yang dilibatkan dalam evaluasi perorangan harus mewakili populasi target, baik segi kemampuan maupun karakteristik lainnya. Misal dari segi kemampuan, dipilih yang diatas rata-rata, rata-rata dan di bawah rata-rata. Dilihat dari motivasi, dipilih yang motivasi positif, netral dan negatif, Atau kalau itu bukan pelajar bisa dipilih berdasarkan pengalaman, diatas sepuluh tahun, dua sampai lima tahun dan yang baru setahun. 2) Pendataan Data pendataan atau pengambilan informasi dati evaluasi perorangan seperti diatas, yaitu : kejelasan, dampak dan kelayakan. a. Kejelasan Untuk kejelasan instruksi, ada tiga kategori utama dari informasi yaitu pesan, link, dan prosedur. Kategori pertama, pesan, meliputi: kosakata, kalimat kompleksitas, dan struktur pesan.. Kategori kedua, link, bagaimana pesan dasar dirancang mencakup konteks, contoh, analogi, ilustrasi, demonstrasi, dan sebagainya. Katagori ketiga, prosedur, mengacu pada instruksi karakteristik seperti urutan, ukuran segmen yang disajikan, transisi antara segmen, kecepatan, dan variasi yang dibangun ke dalam presentasi. Ini akan berpengaruh kepada motivasi dan kecepatan dalam peserta belajaran b. Dampak Berkaitan dengan sikap pelajar tentang instruksi pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Terkait dengan sikap, (1) secara pribadi relevan dengan dia atau dia, (2) accomplishable dengan usaha yang wajar, dan (3) menarik dan memuaskan untuk pengalaman. c. Kelayakan Berkaitan dengan pertimbangan orientasi manajemen yang dapat diperiksa selama evaluasi sidang. Pertimbangan kelayakan termasuk kemampuan belajar, media pengajaran, dan pengajaran lingkungan. 3) Prosedur Prosedur yang khas dalam evaluasi perorangan adalah untuk menjelaskan kepada para pelajar tentang bahan peserta belajaran. Reaksi peserta belajar terhadap materi, mengetahui kekurangan materi, mengerjakan soal-soal, mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan materi. Pebelaajar akan menemukan kesalahan ketik, kelalaian konten, halaman yang hilang, grafik yang berlabel tidak tepat, tidak sesuai link di halaman web mereka, dan jenis lainnya. Kesulitan memahami urutan belajar, konsep belajar, dan soal-soal yang diberikan. 4) Penilaian dan quesioner Setelah siswa telah menyelesaikan instruksi dalam evaluasi perorangan, mereka mengerjakan posttest dan kuesioner sikap dengan cara yang sama. Desainer akan menemukan tidak hanya kesalahan, tetapi juga kenapa terjadi kesalahan. Informasi ini dapat sangat membantu selama proses revisi. Proses untuk mengevaluasi kinerja, produk, dan sikap dan pada akhirnya untuk merevisi peserta belajaran termasuk butir-butir soal yang ada. 5) Belajar Sisa Salah satu kepentingan desainer selama evaluasi perorangan adalah untuk menentukan jumlah waktu yang diperlukan bagi pelajar untuk menyelesaikan instruksi. 6) Interpretasi Data Informasi tentang kejelasan instruksi, dampak pada pelajar, dan kelayakan instruksi perlu diringkas dan terfokus. Aspek-aspek tertentu dari instruksi yang ditemukan untuk menjadi lemah kemudian dapat dipertimbangkan dalam rangka rencana revisi yang mungkin untuk meningkatkan instruksi untuk pelajar serupa. 7) Hasil Hasil dari evaluasi satu-ke-satu adalah instruksi bahwa : (l) berisi kosa kata yang sesuai, kompleksitas bahasa, contoh, dan ilustrasi untuk peserta didik; (2) baik menghasilkan sikap dan prestasi pelajar, atau direvisi dengan tujuan meningkatkan pelajar sikap atau kinerja selama percobaan berikutnya, dan (3) layak digunakan dengan peserta belajar, sumber daya, dan pengaturan yang ada. Instruksi lebih lanjut dapat disempurnakan dengan menggunakan kelompok kecil cobaan. 4. Evaluasi Kelompok Kecil Ada dua tujuan dalam evaluasi kelompok kecil. Pertama effektivitas perubahan dan Identifikasi masalah yang masih tersisa setelah evaluasi perorangan. Kedua untuk menentukan apakah pelajar dapat menggunakan instruksi tanpa berinteraksi dengan instruktur. (Pada titik ini dalam diskusi kita, kita terus menganggap bahwa perancang merancang beberapa bentuk bahan pengajaran diri.) 1) Kriteria dan Data Langkah efektif untuk mengevaluasi peserta belajaran dan kinerjanya dengan melihat skor pretest dan posttest. Informasi yang dikumpulkan mengenai kelayakan dari instruksi biasanya meliputi: (l) waktu yang dibutuhkan bagi pelajar untuk menyelesaikan baik instruksi dan tolok ukur kinerja yang dibutuhkan, (2) biaya dan kelangsungan hidup menyampaikan instruksi dalam format dimaksudkan dan lingkungan, dan (3) sikap mereka yang melaksanakan atau mengelola instruksi. 2) Memilih Pebelajar Evaluasi kelompok kecil terdiri dari 8 – 20 orang peserta belajar. Dimungkin untuk memilih secara acak dai populasi target. Atau mngkin desainer perlu mengikutkan peserta belajar yang telah ditetapkan untuk mewakili kelompok, misalnya pebelajar yang prestasinya rendah, rata-rata, tinggi atau yang terbasa dengan prosedur tertentu misalnya berbasis komputer, web dan yang tidak, atau yang muda, berpengalaman. 3) Prosedur Prosedurnya guru memulai dengan menjelaskan kemudian peserta belajar diberikan pretest. Pada pelaksanaan peran guru sesedikit mungkin. Setiap pelajar yang kesulitan dalam proses dan bagian dan solusi harus jelas dicatat sebagai bagian dari revisi data. 4) Penilaian dan quesioner Langkah tambahan dari evaluasi adalah kuesioner sikap untuk mendapatkan tanggapan peserta belajar, kelemahan dan kelebihan dalam strategi peserta belajaran. Oleh karena itu pertanyaan dalam kuesioner minimal mencakup : • Apakah instruksi menarik? • Apakah Anda mengerti apa yang Anda harus dipelajari? • Apakah bahan-bahan yang berkaitan langsung dengan tujuan? • Apakah latihan-latihan praktek memadai? • Apakah latihan-latihan praktek relevan? • Apakah benar-benar tes mengukur pengetahuan tentang tujuan? • Apakah anda menerima umpan balik yang memadai pada latihan-latihan praktis? • Apakah Anda merasa percaya diri ketika menjawab pertanyaan di tes? 5) Ringkasan Data dan Analisa Data kuantitatif dan informasi yang dikumpulkan selama evaluasi dirangkum dan dianalisis. Data kuantitatif terdiri dari skor tes serta persyaratan waktu dan biaya proyeksi. Informasi deskriptif terdiri dari komentar yang dikumpulkan dari sikap kuesioner, wawancara, atau evaluator catatan tertulis selama proses evaluasi. 6) Hasil Hasil dari evaluasi kelompok kecil mungkin perbaikan instruksi yang sederhana, seperti mengubah contoh dan kosa kata dalam tes item atau meningkatkan jumlah waktu yang dialokasikan untuk studi. Atau mungkin memerlukan perubahan besar dalam strategi pengajaran (misalnya, strategi motivasi, urutan tujuan, pengiriman instruksional format), atau dalam sifat informasi yang disajikan kepada peserta didik. 5. Evaluasi Uji Lapangan Evaluasi uji lapangan menggunakan konteks belajar yang mirip dengan sasaran yang akan digunakan. Tujuan uji lapangan untuk efektivitas perubahan pada evaluasi kelompok kecil dan instruksi dapa digunakan pada kontek belajar yang sebenarnya. 1) Lokasi Evaluasi dan pemilihan pelajar Uji lapangan dapat dicobakan pada kelompok besar yang terdiri dari 30 orang yang dipilih secara acak yang berbeda. Atau pada kelas perorangan tetapi akan menemui kesulitan karena pebelajar akan tersebar. 2) Kriteria dan Data informasi yang dikumpulkan adalah prestasi pelajar dan sikap; instruktur prosedur dan sikap; dan sumber daya seperti waktu, biaya, ruang, dan peralatan. 3) Prosedur Pelaksanaan Ujian Lapangan Prosedur uji lapangan hampir sama dengan kelompok kecil. Perbedaan pada peran desain yang harus dikurangi atau dihilangkan diganti dengan peran guru, oleh karenanya guru harus dilatih dulu. Mungkin setelah evaluasi kelompok kecil pretest dan posttest diubah atau dikurangi hanya menilai entry paling penting. Kuesioner difokuskan pada faktor-faktor lingkungan yang mungkin mengganggu peserta belajaran. 4) Ringkasan Data dan Interpretasi Data prestasi dan informasi sikap pelajar dan guru diringkas untuk membantu menemukan bagian-bagian pada instrusi yang tidak efektif. Hal ini akan digunakan sebagai revisi akhir. Sumber Bacaan : Uno, Hamzah B, 2006, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi aksara. http://kuliahemka.wordpress.com http://gurupkn.wordpress.com/2008/01/17/evaluasi-pembelajaran

Mengembangkan Butir Tes Acuan Patokan

Mengembangkan Butir Tes Acuan Patokan Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Model desain instruksional ini dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini merupakan model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus ditempuh secara berurutan. Tes acuan patokan (penilaian) berfungsi untuk mengukur kemampuan pebelajar seperti yang diperkirakan tujuan. Perkembangan tes dibuat pada proses desain pengajaran setelah pelajaran dikembangkan. Alasan utamanya adalah bahwa item tersebut harus berkaitan dengan tujuan prestasi. Prestasi yang diperlukan dalam tujuan tersebut harus sesuai dengan prestasi yang diperlukan dalam item tes atau tugas prestasi. Sifat dari item tersebut akan diberikan kepada pebelajar dan berfungsi sebagai kunci terhadap pengembangan strategi pengajaran Pengembangan Berdasarkan Tes Acuan Patokan Pengembangan butir-butir tes berdasarkan acuan patokan digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan instruksional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan penampilan siswa dalam pengujian dengan patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Tes acuan patokan disebut juga tes acuan tujuan. Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk: (a). mendiagnosis dan menempatkan dalam kurikulum; (b). Men-checking hasil belajar dan kesalahan pengertian sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan; (c). menjadi dokumen kemajuan belajar. Dalam mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carrey (1985) merekomendasikan empat macam tes acuan patokan, yaitu: a. Entry behavior test Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau keterampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai. Keterampilan syarat akan muncul di bawah garis entry behavior. b. Pre-test Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Bila program tersebut merupakan sesuatu yang baru, maka tes inipun dapat ditiadakan. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir tetapi lebih mengenal profil anak didik berkenaan. Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pebelajar siap memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest, desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan menjadi terlalu mudah untuk pebelajar. c. Practice test Tes ini diberikan selama siswa sedang dalam proses belajar (Uno, 2007: 28, tes tersebut tes sisipan). Tes ini berfungsi untuk melihat apakah siswa memang telah dapat menangkap apa yang sedang dibicarakan dan juga untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa keterampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi keterampilan yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit. Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitorpembelajaran. d.Post-test Tes ini paralel dengan pre-test. Sama dengan pre-test, post-test mengukur tujuan pembelajaran. Post-test harus menilai semua objektif dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan. Post-test mungkin digunakan untuk menilai performa pebelajar dan untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh siswa. Tes ini merupakan tes acuan patokan yang mencakup pengukuran semua tujuan intruksional khusus yang ada terutama tujuan intruksional yang bersifat terminal. Dengan tes ini dapat diketahui bagian-bagian mana diantara pembelajaran yang belum dicapai. Daftar Pustaka : Sumber : http://hendrath-jmr.blogspot.com Rusman M.Pd, Metode-metode Pembelajaran, rajawali pers, Jakarta. Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasinya, Persada Pers, 2007 Arifin, Zainal, 2009, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, p: 13-87. Kiranawati, 2008, Evaluasi Pembelajaran, http://gurupkn.wordpress.com/2008/01/17/evaluasi-pembelajaran/, di ambil tanggal 26 April 2011.
MELAKUKAN PENILAIAN SUMATIF Penilaian sumatif adalah penilain yang di laksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang di capai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan – tujuan kurikuler di kuasai oleh para siswa. Penilaian ini berorientasi kepada produk, bukan kepada proses. Manfaat penilaian sumatif bagi guru : 1. Untuk membuat laporan kemajuan belajar siswa 2. Menata kembali seluruh pokok bahasan dan subpokok bahasan setelah melihat hasil tes sumatif, terutama untuk materi yang belum dikuasai siswa. 3. Melakukan penyempurnaan dan perbaikan alat penilaian tes sumatif yang telah digunakan berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh siswa. 4. Merancang program belajar siswa pada semester berikutnya berdasarkan hasil hasil yang dicapai dari tes sumatif sebelumnya. Baik formatif maupun sumatif semuanya akan bermanfaat bagi 1. Guru a. Dapat mengetahui kemampuan dirinya sebagai pengajar. b. Mengetahui pendapat atau aspirasi para siswanya dalam berbagai hal yang berkenaan dalam belajar mengajar. 2. Siswa Dapat meningkatkan dan memotivasi belajar yang lebih baik lagi berdasarkan hasil penilaian mengenai cara belajar dan kesulitan belajar serta hubungan sosial 3. Pemegang kebijakan a. Meningkatkan upaya-upaya pembinaan para guru dan siswa. b. Meningkatkan kemampuan profesional tenaga guru. c. Menyempurnakan penyelenggaraan pendidikan. Daftar Pustaka : 1. Muhaimin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya 2. Slameto, 1991, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester,Jakarta : Bumi Aksara 3. Sudijono Anas, 2009, Pengntar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers. 4. Sudjana Nana , 2004, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 5. Rusman, 2011, Model-model Pembelajaran, Jakarta ; Raja Grafindo Persada. 6. M. Atwi Suparman, Desain Instruksional (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004).

Sabtu, 19 November 2011

Desain Instruksional

Desain Instruksional: Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran Berbasis TIK Jika Anda berfikir bahwa hanya diperlukan pelaku yang terlatih dan teknologi untuk membuat gedung, mungkin gedung itu tidak akan dapat berdiri dengan kokoh. Terdapat satu komponen yang merupakan kewajiban bagi para pembuat gedung, yakni cetak biru atau rancangan bagaimana mendesain, membangun, dan menjaga agar gedung tersebut berdiri dengan kokoh sesuai dengan apa yang direncanakan. Berkaitan dengan pembelajaran, kita memiliki pendidik yang telah terlatih memanfaatkan TIK dan teknologi yang mendukung pembuatan bahan ajar. Sama halnya dengan pembuatan gedung, pendidik yang terlatih dan teknologi tidak menjamin terlaksananya pembelajaran berbasis TIK. Diperlukan sebuah rancangan agar dapat melaksanakan pembelajaran berbasis TIK yang efektif. Rancangan tersebut dalam e-Learning atau pembelajaran berbasis TIK disebut dengan Instructional System Design (ISD) atau desain instruksional. Desain Instruksional adalah sebuah proses yang diperlukan dalam mendesain, mengembangkan, dan menerapkan kegiatan pembelajaran (Carliner, Ribeiro, & Boyd). Desain Instruksional merupakan suatu proses untuk memandu pelaku (aktor) untuk mendesain, mengembangkan, menerapkan konten e-Learning dengan memanfaatkan infrastruktur dan aplikasi e-Learning yang tersedia. Terdapat berbagai macam model desain instruksional, banyak model yang bermuara dari model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Kelima tahapan tersebut merupakan panduan bagi para pembuat konten e-Learning agar dapat menciptakan sebuah pembelajaran yang efektif dan memperoleh hasil optimal. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai model ADDIE dalam kaitannya dengan pembelajaran berbasis TIK atau e-Learning. Tahap Analysis (Analisis) Pada tahap analisis, pendidik menjadi penyelidik. Mencari tahu hal-hal berikut: • Apakah tujuan dari pembuatan bahan ajar berbasis TIK ini? • Apa tujuan pembelajaran yang hendak dicapai? • Pengetahuan apa saja yang telah dimiliki oleh peserta didik mengenai materi yang akan disampaikan? • Siapakah yang akan menggunakan bahan ajar berbasis TIK ini dan seperti apa karakteristik mereka? • Bagaimana cara penyampaiannya? • Dari segi pedagogis, apa yang perlu diperhatikan untuk pembelajaran online? • Sampai kapan batas waktu pengerjaan ini? Hasil akhir dari tahap analisis adalah pengetahuan mengenai kondisi awal dan informasi mengenai perencanaan seperti apa yang perlu dibuat. Tahap Design (Desain) Pada tahap desain, pendidik merupakan perencana. Pendidik mengambil seluruh informasi dari tahap analisis dan memulai proses kreatif dari merancang bahan ajar berbasis TIK untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada tahap desain, pendidik mengidentifikasi materi dan sumber daya yang akan dibutuhkan, merancang kegiatan pembelajaran, menentukan bagaimana cara mengukur prestasi belajar peserta didik. Hasil akhir dari tahap desain adalah sebuah cetak biru (blueprint) atau storyboard pembelajaran berbasis TIK. Tahap Development (Pengembangan) Pada tahap pengembangan, pendidik adalah pencipta. Pendidik membuat dan menyusun materi pembelajaran sesuai dengan rancangan atau storyboard yang telah dibuat pada tahap desain. Sumber daya yang diperlukan seperti audio, video, grafis dan multimedia lainnya mulai dikemas dalam sebuah bahan ajar. Pada tahap ini pula dilakukan ujicoba bahan ajar yang telah dibuat kepada beberapa peserta didik untuk memperoleh umpan balik dari mereka. Hasil akhir dari tahap pengembangan ini adalah sebuah bahan ajar berbasis TIK. Tahap Implementation (Pelaksanaan) Pada tahap pelaksanaan, pendidik adalah fasilitator pembelajaran. Pendidik melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, membantu peserta didik belajar, menilai penampilan mereka, dan mengidentifikasi cara-cara untuk meningkatkan hasil belajar. Pada tahap ini pendidik membimbing peserta didik bagaimana menggunakan teknologi yang dipakai. Perlu dipastikan bahwa pada tahap ini semua teknologi yang dipakai harus dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tahap pelaksanaan ini bisa juga dikatakan sebagai tahap evaluasi dari tahap perencanaan. Pendidik perlu mencatat apa saja yang meningkatkan pembelajaran dan apa saja yang menghambat pembelajaran peserta didik dari bahan ajar yang telah dibuat. Hasil akhir dari tahap pelaksanaan adalah tentu saja terjadinya proses pembelajaran berbasis TIK yang efektif di dalam maupun di luar ruangan kelas. Tahap Evaluation (Evaluasi) Pada tahap ini pendidik merefleksikan dan merevisi apa yang telah dilakukan mulai dari tahap analisis, desain, pengembangan, dan pelaksanaan. Jika terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, maka perlu diidentifikasi untuk kemudian disempurnakan. Terdapat dua bentuk evaluasi yakni evaluasi formatif, yang dilakukan pada masing-masing tahapan, serta evaluasi summatif untuk mengukur sampai seberapa jauh peserta didik mampu belajar dari bahan ajar berbasis TIK serta memperoleh umpan balik dari peserta didik. Hasil akhir dari tahap ini adalah laporan evaluasi dan revisi dari masing-masing tahap untuk digunakan sebagai acuan revisi masing-masing tahapan serta umpan balik secara keseluruhan dari bahan ajar yang telah dibuat. Pada gambar di atas terlihat bahwa hasil dari tahap evaluasi dipakai untuk merevisi tahap-tahap sebelumnya. Setiap perpindahan tahapan, dapat pula dilakukan penyesuaian untuk tahap sebelumnya. Desain instruksional merupakan proses dinamis yang dapat berubah-ubah sesuai dengan informasi dan evaluasi yang diterima. Semua perubahan yang dilakukan memiliki satu tujuan, yakni meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik. Referensi: Carliner, S., Ribeiro, O., & Boyd, G. (In press). Educational technology. In N.J. Salkind, (Ed.), Encyclopedia of educational psychology. Newbury Park, CA: Sage. http://en.wikipedia.org/wiki/ADDIE_Model

MEMAHAMI PERILAKU dan KARAKTERISTIK AWAL SISWA

MEMAHAMI PERILAKU dan KARAKTERISTIK AWAL SISWA Oleh : Yudi Budiman PENGANTAR Pada suatu kegiatan belajar di sebuah ruang kelas, seorang guru mangawali dengan pernyataan: “Sekarang, mari kita buka buku kita pada halaman 33 dan kerjakanlah sepuluh soal yang ada di dalamnya. “Mendengar perintah itu seorang siswa menjawab: “Saya tidak tertarik mengerjakan soal.” Guru kemudian berkata: “Bukalah buku anda dan segeralah mulai mengerjakan soal!” Siswa yang namanya Jodi itu pun menyatakan bahwa ia membenci pelajaran matematika. Sang guru pun mempertegas perintahnya bahwa jika Jodi tidak memulai pekerjaannya maka ia akan memberi tambahan pekerjaan lainnya. Namun, Jodi tetap bersikeras tidak akan mengerjakan soal-soal tersebut. Peristiwa semacam itu sangat sering terjadi di lembaga-lembaga pendidikan kita. Tidak sedikit kesalahan yang sering dilakukan pendidik dan pengambil kebijakan akibat pemahaman yang tidak cermat mengenai hakekat peserta didik. Padahal kesalahan pendidik maupun pengambil kebijakan pendidikan akan berakibat sangat fatal yang tidak saja menyesatkan dan merugikan peserta didik secara individu, tetapi juga mengancam kualitas generasi baru di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang ideal, pemahaman yang tepat mengenai karakteristik peserta didik mutlak diperlukan sejak awal. Dengan pemahaman mengenai karakteristik peserta didik yang tepat, upaya pencapaian tujuan pendidikan diharapkan dapat menjadi lebih efektif dan terarah. Hery Noer Ali dalam konteks pendidikan Islam memberikan pengertian yang lebih luas atas peserta didik, yaitu setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Pada pengertian ini peserta didik tidak hanya dipandang sebagai anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orang tua, dan bukan pula anak-anak dalam usia sekolah. Tetapi dimaknai sebagai manusia yang punya potensi untuk berkembang atau dikembangkan. Pengertian ini didasarkan atas tujuan pendidikan, yaitu manusia sempurna secara utuh, yang untuk mencapainya manusi berusaha terus menerus hingga akhir hayatnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa peserta didik sebagai manusia perlu dibimbing dan diarahkan melalui proses pendidikan. Dalam kontek pendidikan Islam secara sempit membatasi tujuannya pada kedewasaan peserta didik. Pendidikan dalam arti ini merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta didik untuk mencapai kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apa bantuan itu diberikan sangat dipengaruhi oleh pandangan pendidik terhadap kemungkinan peserta didik untuk dididik. Thomas Amstrong menyatakan bahwa semua anak adalah anak yang berbakat. Tiap-tiap anak terlahir ke dunia ini dengan potensi yang unik. Bila dipupuk dengan benar, dapat turut memberikan sumbangan bagi dunia yang lebih baik. Tantangan terbesar bagi para orang tua dan guru adalah menyingkirkan batu besar yang menghalangi jalan mereka dalam menemukan, mengembangkan, dan merayakan anugerah yang mereka miliki itu. Oleh karena itulah, maka dalam proses pencapaian tujuan pendidikan harus mengidentifikasi perilaku dan karakteristik peserta didik sejak awal dalam upaya membantu, membimbing, dan mengarahkan peserta pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membawanya menuju kedewasaannya Berikut ini adalah beberapa pandangan pemikir pendidikan Islam mengenai peserta didik dan implikasinya dalam pendidikan yang dirangkum oleh Samsul Nizar. a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa. Ia memiliki dunianya sendiri. Implikasi dari pemahaman ini adalah bahwa dalam proses pendidikan tidak boleh disamakan dengan pendidikan orang dewasa. b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbadaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya. Oleh karena itu aktivitas pendidikan Islam harus disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang dialami peserta didik. c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun ruhani. Diantara kebutuhan dasarnya adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri dan aktualisasi diri. Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan dapat berjalan lancar. d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual, baik karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat tinggal. Pendidikan Islam harus memperhatijan faktor-faktor tersebut tanpa harus mengorbankan satu pihak. e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmaniah dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan fisik yang dapat dikembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan. Sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa. Dapat dikembangkan melalui proses intelektualisme yang menekankan pada ilmu-ilmu rasional, dan daya rasa dapat dikembangkan melalui pendidian akhlak dan ibadah. Impilkasi pemahaman ini adalah bahwa pendidikan harus memandang peserta didik secara utuh dari tidak mengutamakan salah satu potensi saja, tapi semua daya dikembangkan dan diarahkan secara integral dan harmonis. f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali potensi fitrah yang perlu dikembangkan secara terpadu. Fungsi pendidikan dalam hal ini adalah membantu dan mendidik peserta didik agar dapat mengembangkan dan mengarahkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tanpa harus mengabaikan fungsi-fungsi kemanusiaannya. Pemahaman mengenai hakekat peserta didik di atas berfungsi sebagai landasan filosofis untuk menerapkan proses pendidikan yang berorientasi pada peserta didik (student-oriented), dan tidak lagi pada materi pelajaran (subject matter-oriented), juga bukan pada guru (teacher oriented). Dengan demikian, maka pendidikan hendaknya berorientasi pada pengembangan anak didik dalam rangka memelihara dan mengembangkan martabat kemanusiaan dan budayanya. Jika pendidikan berorientasi pada peserta didik, maka dalam proses pendidikan kedudukannya dipandang subyek pendidikan, bukan sebagai obyek pendidikan. Akhirnya, dalam rangka pengelolaan pengajaran serta dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, seorang pendidik perlu memahami karakterisitk anak didik sejak awal dengan melihat ciri-cirinya yang khusus sebagai individu, baik dari segi fisik ataupun psikis dalam pertumbuhan dan perkembangannya sebagai makhluk yang dinamis Serta dalam upaya membantu, membimbing, dan mengarahkan peserta pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membawanya menuju kedewasaannya. Daftar Pustaka 1.Abdul Munir Mulkan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosifis Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm. 86. 2.Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.133. 3.Elissiti Julaihah (ed), Helping Your Children Doing Their Homework, (Yogyakarta: Curista, 2004), hlm. 44. 4.Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis sa Praktis, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 48-50.

Mengembangkan Strategi Intruksional Pembelajaran

Mengembangkan Strategi Intruksional Pembelajaran Oleh : Yudi Budiman Peningkatan layanan pendidikan, khususnya di kelas erat kaitannya dengan usaha guru dalam merancang pengajaran dan pengembangannya melalui strategi pembelajaran. Menurut Sudjana sebagaimana dikutip oleh Rohani mengatakan bahwa strategi belajar mengajar adalah taktik yang digunakan dalam proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Sesuai dengan paradigma strategi belajar mengajar mengacu kepada konsep pembelajaran yang berubah dari pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Agar pelaksanaan strategi dapat berjalan dengan baik guru harus selektif dalam memilih suatu kerangka konsep penerapannya yaitu model pembelajaran. Model pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: tujuan, bahan, kemampuan guru, dan kondisi siswa. Sebagai pendidik, guru harus menguasai model yang akan diterapkannya dan tidak terpaku pada satu model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan guru harus membangun sarana interaksi pengajaran induktif, menempatkan peserta didik pada keterlibatan aktif belajar dan mempertinggi perolehan hasil belajar. Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, hal ini perlu didukung oleh kemampuan guru dan bahan ajar yang telah disampaikan dengan keadaan siswa. Dalam pembelajaran, guru sebagai pendidik menginginkan agar siswanya dapat memahami pengetahuan pelajaran yang dimiliki sebagai hasil belajarnya, berpikir kritis dalam menanggapi persoalan dan menerapkan di lingkungan masyarakat sebagai wujud aplikasinya. Sayangnya, impian tersebut terkadang tidak terealisasi. Hal itu disebabkan kesulitan guru dalam memilih model pembelajaran terkadang kurang tepat atau hanya menggunakan satu model pembelajaran dalam mengajar. Efektivitas belajar yang dilakukan oleh siswa di sekolah tidak semata-mata ditentukan oleh derajat potensi siswa yang bersangkutan, melainkan lingkungan, terutama guru yang profesional. Pengembangan belajar masuk dalam kategori untuk menjadikan pembelajaran itu menjadi efektif. Pengembangan pembelajaran adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat bahan dan strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Hasil akhir pengembangan pembelajaran adalah diperolehnya sistem pembelajaran yang memudahkan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Bahwa pengembangan sumber daya manusia berkualitas yang mampu mengantar Indonesia ke posisi terkemuka paling tidak sejajar dengan negara-negara lain, baik dalam pembangunan ekonomi, politik, maupun sosial budaya, pada hakekatnya menuntut komitmen kita untuk dua hal: a) penemukenalan dan pengembangan bakat-bakat unggul dalam berbagai bidang, dan b) pemupukan dan pengembangan kreativitas yang pada dasarnya dimiliki setiap orang, tetapi perlu dikenali dan dirangsang sejak usia dini. Sehubungan dengan itu pendidik perlu disiapkan dan dilatih agar memiliki kompetensi profesional untuk membina anak berbakat dan mengajar secara kreatif. Daftar Pustaka 1.A. Rohain, Pengelolaan Kelas (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 32. 2.Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 36. 3.Prof. Dr. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, cet. 3 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hal. 1.

Kamis, 31 Maret 2011

SOAL REMEDIAL SENI BUDAYA Kelas 9

1.       Naturalisme berasal dari kata “nature” yang berarti
a.        Nyata
b.       Melebih-lebihkan
c.        Kesan sesaat
d.       Alam
2.       Sedangkan keseimbangan asimetris adalah keseimbangan dimana
a.        Sisi kiri ≠ sisi kanan
b.       Berada pada titik tengah
c.        Sisi kiri = sisi kanan
d.       Terpusat pada 1 titik
3.       Di pagi hari yang buta, Si Madun sudah mulai bergegas menyiapkan barang dagangan yang akan dijajakan di pasar. Setelah semuanya siap diambilnya sepeda tua yang setia menemaninya. Dikayuhnya sepeda tua itu hingga sampai di pasar.
Adalah merupakan unsur instriksik drama yaitu . . . . . .
a.        dialog
b.       gerak
c.        alur
d.       plot
4.       Yang termasuk dalam unsur seni rupa adalah
a.        Keseimbangan
b.       Kontras
c.        Garis
d.       Irama
5.       Fungsi seni rupa pada masa prasejarah/primitive adalah
a.        Hiburan
b.       Mencari keuntungan
c.        Religius / kepercayaan
d.       Dekorasi
6.       Lagu  “Bagimu Negeri” diciptakan oleh  ………
a.        Kusbini
b.       A. Riyanto
c.        W.R. Supratman
d.       C. Simanjuntak
7.       Seni kerajinan tangan, seni desain, seni dekorasi, grafika dan sebagainya termasuk dalam
a.        Seni rupa murni
b.       Seni rupa terapan
c.        Fine art
d.       Seni rupa tiga dimensi
8.       Urutan kejadian dalam cerita drama disebut juga . . . . . .
a.        dialog
b.       tema
c.        plot
d.       alur
9.       - Lagunya mudah terkenal dan mudah tenggelam.
      - Sangat mudah diterima oleh masyarakat.
      Adalah ciri-ciri dari lagu ……..
a.        Jazz
b.       Keroncong
c.        Pop
d.       Heavy metal
10.    Seni yang ditata berdasarkan gerak disebut ……
a.        seni tari
b.       seni musik
c.        seni rupa
d.       seni suara
11.    Seni rupa dua dimensi dan seni rupa tiga dimensi adalah penggolongan seni rupa berdasarkan..
a.        Teknik pembuatan
b.       Dimensi
c.        Fungsi
d.       Aliran
12.     “Mawar dalam Mimpi” karya Aziz Muslim menggunakan cat minyak pada kanvas ukuran 70 x 60 cm. Analisa karya diatas adalah analisa seni rupa berdasarkan
a.        Materi subyek
b.       Medium
c.        Form
d.       Interaksi
13.     “Berburu Rusa” adalah lukisan karya ………
a.        Raden Saleh
b.       Basuki Abdullah
c.        Affandi
d.       Amang Rahman
14.    Keseimbangan simetris adalah keseimbangan dimana
a.        Sisi kiri ≠ sisi kanan
b.       Berada pada titik tengah
c.        Sisi kiri = sisi kanan
d.       Terpusat pada 1 titik
15.    Ruang khusus untuk memamerkan karya seni rupa disebut
a.        Koridor
b.       Galeri
c.        Gedung teater
d.       Out door
16.    Campuran antara warna biru dan kuning akan menghasilkan warna
a.        Hijau
b.       Kuning Tua
c.        Coklat
d.       Orange
17.    “Diwaktu senja, sekelompok pemburu yang sedang berburu rusa, panik karena tiba-tiba seekor harimau menghadang mereka”, lukisan berjudul “Berburu Rusa” karya Raden Saleh. Kalimat diatas adalah tanggapan lukisan dari dari unsur
a.        Materi subyek
b.       Medium
c.        Form
d.       Interaksi
18.    Wujud karya seni rupa yang dapat dilihat dari 1 (satu) arah saja disebut …...
a.        Seni rupa murni
b.       Seni rupa terapan
c.        Seni rupa 2 dimensi
d.       Seni rupa 3 dimensi
19.    Kegiatan seni yang termasuk kegiatan lahiriah adalah ………..
a.        Keterampilan tangan
b.       Pengolahan daya pikir
c.        Ide / gagasan
d.       Daya imajinasi
20.    Ekspresi seseorang yang diwujudkan dalam bentuk visual (dapat dilihat oleh mata) disebut ..
a.        Seni tari
b.       Seni musik
c.        Teater
d.       Seni rupa
21.    Seni rupa yang diciptakan hanya untuk memenuhi kepuasan batin semata disebut …..
b.       Seni rupa terapan
c.        Seni rupa murni
d.       Seni pakai
e.        Seni rupa 3 dimensi
22.    Daun kelapa yang masih muda, yang sering digunakan dalam acara tradisi disebut …
a.        Benur
b.       Janur
c.        Sanur
d.       Jalur
23.    Seni musik adalah seni yang menggunakan media …….
a.        Gerak
b.       Suara
c.        Rupa
d.       Kanvas
24.    Yang termasuk dalam warna primer adalah ..
a.        Kuning
b.       Hijau
c.        Coklat
d.       Orange
25.    Rangkaian kejadian yang merupakan sebab-akibat dalam drama termasuk dalam unsur . . . . . .
a.        dialog
b.       tema
c.        plot
d.       alur
26.    Sedangkan yang termasuk dalam warna sekunder adalah ..
a.        Ungu
b.       Merah
c.        Biru
d.       Abu-abu
27.    Gaya musik tradisional Indonesia antara lain adalah …..
a.        Regge
a.        Blues
b.       Jazz
c.        Dangdut
28.    Seni merangkai janur termasuk dalam seni rupa ……..
a.        2 dimensi
b.       Ilustrasi
c.        3 dimensi
d.       Desain
29.    Yang termasuk seni rupa dua dimensi adalah
a.        Seni patung
b.       Relief
c.        Candi
d.       Poster 
30.    Melodi, ritmik, tangga nada adalah unsur-unsur seni dari cabang seni ……
a.        Rupa
b.       Musik
c.        Tari
d.       Teater
31.    Tokoh seni lukis naturalisme adalah ..
a.        Lucia Hartini
b.       Basuki Abdullah
c.        Amang Rahman
d.       Nurate
32.    Pokok cerita dalam drama disebut . . . . . .
a.        tema
b.       amanah
c.        plot
d.       alur
33.    Surealisme berasal dari kata “sur” yang berarti
a.        Nyata
b.       Melebih-lebihkan
c.        Kesan sesaat
d.       Alam
34.    Pemilihan pemain yang dilakukan berdasarkan fisik dari seseorang tokoh disebut . . . . . . .
a.        penokohan
b.       perwatakan
c.        alur
d.       plot
35.    Di bawah ini yang merupakan lagu perjuangan adalah ………………
a.        Sabda Alam
b.       Halo-halo Bandung
c.        Bengawan Solo
d.       Butet