Kamis, 15 Desember 2011

Pentingnya Mengenal TIK

Memasuki abad Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sekarang ini sangat dirasakan kebutuhan dan kepentingannya untuk perbaikan dan peningkatan kualitas Pembelajaran. Melalui Pemanfaatan TIK kita dapat meningkatkan kualitas SDM dan IPM, yaitu dengan cara membuka lebar-lebar terhadap akses ilmu pengetahuan dan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Terutama penerapan high tech dan high touch approach. Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi memberikan jangkauan yang luas, cepat, efektif, dan efesien terhadap penyebarluasan informasi ke berbagai penjuru dunia. Teknonologi informasi berkembang sejalan sengan perkembangan teori dan komunikasi dan teknologi yang menunjang terhadap praktek kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berbasis computer (CBI), Pembelajaran Berbasis Web (e-learning), Pembelajaran berbantukan computer (CAI), Pembelajaran berbasis AVA adalah bentuk pemanfaatan TIK yang perlu dilaksanakan dalam dunia pendidikan dewasa ini. Kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional. Setiap kegiatan pembelajaran selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan siswa sebagai peserta didik merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru.
Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya. Pada kegiatan pembelajaran, guru dan siswa saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan pembelajaran harus menjadi aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan yang jelas.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah memberikan kontribusi terhadap terjadinya revolusi dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Eric Ashby (1972) menyatakan bahwa dunia pendidikan telah memasuki revolusinya yang kelima. Revolusi pertama terjadi ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi ketika digunakannya tulisan untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio dan televisi untuk pemerataan dan perluasan pendidikan. Revolusi kelima, seperti saat ini, dengan dimanfaatkannya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tercanggih, khususnya komputer dan internet untuk digunakan dalam kegiatan pendidikan.
Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran. Dari berbagai kondisi dan potensi yang ada, upaya yang dapat dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas di perguruan tinggi adalah mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang berkelanjutan (Dirjen Dikti, 2004:12-13).
Seiring dengan perkembangan teknologi pendidikan berikut infrastruktur penunjangnya, upaya peningkatan mutu pendidikan di atas antara lain dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi pendidikan tersebut dalam suatu sistem yang dikenal dengan online learning. Online learning merupakan suatu sistem yang dapat memfasilitasi pendidik dan peserta didik belajar lebih luas, lebih banyak dan juga bervariasi. Melalui fasilitas yang disediakan oleh sistem tersebut, guru dan siswa dapat belajar kapan dan dimana saja tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Bahan yang dapat mereka pelajari juga lebih bervariasi, tidak hanya dalam bentuk sajian kata, tetapi dapat lebih kaya dengan variasi visual, audio, dan gerak.


Sumber Bacaan :
http://rusmantp.wordpress.com/e-learning-tik-dalam-pembelajaran/
http://kurtek.upi.edu/tik/

MERANCANG DAN MELAKUKAN EVALUASI FORMATIF

MERANCANG DAN MELAKUKAN EVALUASI FORMATIF Evaluasi formatif adalah proses perancangan untuk memperoleh data yang dapat digunakan untuk meninjau kembali instruksi agar lebih efisien dan efektif. Penekanan dalam evaluasi formatif adalah pada pengumpulan dan analisis dan revisi dari instruksi. Ada tiga fase dasar evaluasi formatif. Yang pertama adalah evaluasi perorangan, evaluasi kelompok kecil dan uji lapangan. 1. Merancang Evaluasi Formatif Kerangka acuan apa yang dapat gunakan untuk merancang evaluasi formatif? Dengan mengingat bahwa tujuan evaluasi formatif adalah untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan tertentu dalam bahan-bahan untuk mengoreksi mereka, termasuk desain evaluasi instrumen, prosedur, dan kebutuhan personil untuk menghasilkan informasi tentang lokasi dan alasan untuk setiap masalah. Ada lima bidang pertanyaan yang digunakan untuk mengevaluasi bahan. 1) Apakah bahan sudah sesuai untuk jenis hasil belajar yang diharapkan ? 2) Apakah bahan sudah memadai termasuk instruksi pada bawahan keterampilan? 3) Apakah bahan sudah jelas dan mudah dipahami ? 4) Berapakah nilai motivasi material untuk peserta didik ? 5) Bahan-bahan yang dapat dikelola secara efisien dengan cara mereka dimediasi? 2. Peranan Tenaga Ahli dalam Evaluasi Formatif Selain adanya data evaluasi dari peserta belajar perlu juga melihat analisi dari seorang ahli. Ketika draf desain selesai terkadang desain tidak bisa melihat permasalahan yang ada. Resensi atau pendapat dari tenaga ahli perlu dipertimbangkan untuk perbaikan dan perubahan pada draf pertama desain. Terutama dalam strategi belajar, tipe belajar dan ketetapatan bahan yang akan digunakan dalam desain peserta belajaran. 3. Evaluasi Perorangan Tujuan evaluasi formatif perorangan adalah untuk mengidentifikasi dan menghapus kesalahan yang mencolok dalam pengajaran. Evaluasi ini melibatkan 3 atau lebih peserta didik yang berinteraksi langsung dengan desainer. Ada tiga kriteria utama dan dalam evaluasi perorangan ini yaitu : Kejelasan, Dampak dan Kelayakan . Ada beberapa pertimbangan dalam melakukan evaluasi perorangan yaitu : 1) Memilih Pelajar Penentuan pelajar yang dilibatkan dalam evaluasi perorangan harus mewakili populasi target, baik segi kemampuan maupun karakteristik lainnya. Misal dari segi kemampuan, dipilih yang diatas rata-rata, rata-rata dan di bawah rata-rata. Dilihat dari motivasi, dipilih yang motivasi positif, netral dan negatif, Atau kalau itu bukan pelajar bisa dipilih berdasarkan pengalaman, diatas sepuluh tahun, dua sampai lima tahun dan yang baru setahun. 2) Pendataan Data pendataan atau pengambilan informasi dati evaluasi perorangan seperti diatas, yaitu : kejelasan, dampak dan kelayakan. a. Kejelasan Untuk kejelasan instruksi, ada tiga kategori utama dari informasi yaitu pesan, link, dan prosedur. Kategori pertama, pesan, meliputi: kosakata, kalimat kompleksitas, dan struktur pesan.. Kategori kedua, link, bagaimana pesan dasar dirancang mencakup konteks, contoh, analogi, ilustrasi, demonstrasi, dan sebagainya. Katagori ketiga, prosedur, mengacu pada instruksi karakteristik seperti urutan, ukuran segmen yang disajikan, transisi antara segmen, kecepatan, dan variasi yang dibangun ke dalam presentasi. Ini akan berpengaruh kepada motivasi dan kecepatan dalam peserta belajaran b. Dampak Berkaitan dengan sikap pelajar tentang instruksi pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Terkait dengan sikap, (1) secara pribadi relevan dengan dia atau dia, (2) accomplishable dengan usaha yang wajar, dan (3) menarik dan memuaskan untuk pengalaman. c. Kelayakan Berkaitan dengan pertimbangan orientasi manajemen yang dapat diperiksa selama evaluasi sidang. Pertimbangan kelayakan termasuk kemampuan belajar, media pengajaran, dan pengajaran lingkungan. 3) Prosedur Prosedur yang khas dalam evaluasi perorangan adalah untuk menjelaskan kepada para pelajar tentang bahan peserta belajaran. Reaksi peserta belajar terhadap materi, mengetahui kekurangan materi, mengerjakan soal-soal, mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan materi. Pebelaajar akan menemukan kesalahan ketik, kelalaian konten, halaman yang hilang, grafik yang berlabel tidak tepat, tidak sesuai link di halaman web mereka, dan jenis lainnya. Kesulitan memahami urutan belajar, konsep belajar, dan soal-soal yang diberikan. 4) Penilaian dan quesioner Setelah siswa telah menyelesaikan instruksi dalam evaluasi perorangan, mereka mengerjakan posttest dan kuesioner sikap dengan cara yang sama. Desainer akan menemukan tidak hanya kesalahan, tetapi juga kenapa terjadi kesalahan. Informasi ini dapat sangat membantu selama proses revisi. Proses untuk mengevaluasi kinerja, produk, dan sikap dan pada akhirnya untuk merevisi peserta belajaran termasuk butir-butir soal yang ada. 5) Belajar Sisa Salah satu kepentingan desainer selama evaluasi perorangan adalah untuk menentukan jumlah waktu yang diperlukan bagi pelajar untuk menyelesaikan instruksi. 6) Interpretasi Data Informasi tentang kejelasan instruksi, dampak pada pelajar, dan kelayakan instruksi perlu diringkas dan terfokus. Aspek-aspek tertentu dari instruksi yang ditemukan untuk menjadi lemah kemudian dapat dipertimbangkan dalam rangka rencana revisi yang mungkin untuk meningkatkan instruksi untuk pelajar serupa. 7) Hasil Hasil dari evaluasi satu-ke-satu adalah instruksi bahwa : (l) berisi kosa kata yang sesuai, kompleksitas bahasa, contoh, dan ilustrasi untuk peserta didik; (2) baik menghasilkan sikap dan prestasi pelajar, atau direvisi dengan tujuan meningkatkan pelajar sikap atau kinerja selama percobaan berikutnya, dan (3) layak digunakan dengan peserta belajar, sumber daya, dan pengaturan yang ada. Instruksi lebih lanjut dapat disempurnakan dengan menggunakan kelompok kecil cobaan. 4. Evaluasi Kelompok Kecil Ada dua tujuan dalam evaluasi kelompok kecil. Pertama effektivitas perubahan dan Identifikasi masalah yang masih tersisa setelah evaluasi perorangan. Kedua untuk menentukan apakah pelajar dapat menggunakan instruksi tanpa berinteraksi dengan instruktur. (Pada titik ini dalam diskusi kita, kita terus menganggap bahwa perancang merancang beberapa bentuk bahan pengajaran diri.) 1) Kriteria dan Data Langkah efektif untuk mengevaluasi peserta belajaran dan kinerjanya dengan melihat skor pretest dan posttest. Informasi yang dikumpulkan mengenai kelayakan dari instruksi biasanya meliputi: (l) waktu yang dibutuhkan bagi pelajar untuk menyelesaikan baik instruksi dan tolok ukur kinerja yang dibutuhkan, (2) biaya dan kelangsungan hidup menyampaikan instruksi dalam format dimaksudkan dan lingkungan, dan (3) sikap mereka yang melaksanakan atau mengelola instruksi. 2) Memilih Pebelajar Evaluasi kelompok kecil terdiri dari 8 – 20 orang peserta belajar. Dimungkin untuk memilih secara acak dai populasi target. Atau mngkin desainer perlu mengikutkan peserta belajar yang telah ditetapkan untuk mewakili kelompok, misalnya pebelajar yang prestasinya rendah, rata-rata, tinggi atau yang terbasa dengan prosedur tertentu misalnya berbasis komputer, web dan yang tidak, atau yang muda, berpengalaman. 3) Prosedur Prosedurnya guru memulai dengan menjelaskan kemudian peserta belajar diberikan pretest. Pada pelaksanaan peran guru sesedikit mungkin. Setiap pelajar yang kesulitan dalam proses dan bagian dan solusi harus jelas dicatat sebagai bagian dari revisi data. 4) Penilaian dan quesioner Langkah tambahan dari evaluasi adalah kuesioner sikap untuk mendapatkan tanggapan peserta belajar, kelemahan dan kelebihan dalam strategi peserta belajaran. Oleh karena itu pertanyaan dalam kuesioner minimal mencakup : • Apakah instruksi menarik? • Apakah Anda mengerti apa yang Anda harus dipelajari? • Apakah bahan-bahan yang berkaitan langsung dengan tujuan? • Apakah latihan-latihan praktek memadai? • Apakah latihan-latihan praktek relevan? • Apakah benar-benar tes mengukur pengetahuan tentang tujuan? • Apakah anda menerima umpan balik yang memadai pada latihan-latihan praktis? • Apakah Anda merasa percaya diri ketika menjawab pertanyaan di tes? 5) Ringkasan Data dan Analisa Data kuantitatif dan informasi yang dikumpulkan selama evaluasi dirangkum dan dianalisis. Data kuantitatif terdiri dari skor tes serta persyaratan waktu dan biaya proyeksi. Informasi deskriptif terdiri dari komentar yang dikumpulkan dari sikap kuesioner, wawancara, atau evaluator catatan tertulis selama proses evaluasi. 6) Hasil Hasil dari evaluasi kelompok kecil mungkin perbaikan instruksi yang sederhana, seperti mengubah contoh dan kosa kata dalam tes item atau meningkatkan jumlah waktu yang dialokasikan untuk studi. Atau mungkin memerlukan perubahan besar dalam strategi pengajaran (misalnya, strategi motivasi, urutan tujuan, pengiriman instruksional format), atau dalam sifat informasi yang disajikan kepada peserta didik. 5. Evaluasi Uji Lapangan Evaluasi uji lapangan menggunakan konteks belajar yang mirip dengan sasaran yang akan digunakan. Tujuan uji lapangan untuk efektivitas perubahan pada evaluasi kelompok kecil dan instruksi dapa digunakan pada kontek belajar yang sebenarnya. 1) Lokasi Evaluasi dan pemilihan pelajar Uji lapangan dapat dicobakan pada kelompok besar yang terdiri dari 30 orang yang dipilih secara acak yang berbeda. Atau pada kelas perorangan tetapi akan menemui kesulitan karena pebelajar akan tersebar. 2) Kriteria dan Data informasi yang dikumpulkan adalah prestasi pelajar dan sikap; instruktur prosedur dan sikap; dan sumber daya seperti waktu, biaya, ruang, dan peralatan. 3) Prosedur Pelaksanaan Ujian Lapangan Prosedur uji lapangan hampir sama dengan kelompok kecil. Perbedaan pada peran desain yang harus dikurangi atau dihilangkan diganti dengan peran guru, oleh karenanya guru harus dilatih dulu. Mungkin setelah evaluasi kelompok kecil pretest dan posttest diubah atau dikurangi hanya menilai entry paling penting. Kuesioner difokuskan pada faktor-faktor lingkungan yang mungkin mengganggu peserta belajaran. 4) Ringkasan Data dan Interpretasi Data prestasi dan informasi sikap pelajar dan guru diringkas untuk membantu menemukan bagian-bagian pada instrusi yang tidak efektif. Hal ini akan digunakan sebagai revisi akhir. Sumber Bacaan : Uno, Hamzah B, 2006, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi aksara. http://kuliahemka.wordpress.com http://gurupkn.wordpress.com/2008/01/17/evaluasi-pembelajaran

Mengembangkan Butir Tes Acuan Patokan

Mengembangkan Butir Tes Acuan Patokan Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Model desain instruksional ini dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini merupakan model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus ditempuh secara berurutan. Tes acuan patokan (penilaian) berfungsi untuk mengukur kemampuan pebelajar seperti yang diperkirakan tujuan. Perkembangan tes dibuat pada proses desain pengajaran setelah pelajaran dikembangkan. Alasan utamanya adalah bahwa item tersebut harus berkaitan dengan tujuan prestasi. Prestasi yang diperlukan dalam tujuan tersebut harus sesuai dengan prestasi yang diperlukan dalam item tes atau tugas prestasi. Sifat dari item tersebut akan diberikan kepada pebelajar dan berfungsi sebagai kunci terhadap pengembangan strategi pengajaran Pengembangan Berdasarkan Tes Acuan Patokan Pengembangan butir-butir tes berdasarkan acuan patokan digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan instruksional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan penampilan siswa dalam pengujian dengan patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Tes acuan patokan disebut juga tes acuan tujuan. Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk: (a). mendiagnosis dan menempatkan dalam kurikulum; (b). Men-checking hasil belajar dan kesalahan pengertian sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan; (c). menjadi dokumen kemajuan belajar. Dalam mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carrey (1985) merekomendasikan empat macam tes acuan patokan, yaitu: a. Entry behavior test Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau keterampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai. Keterampilan syarat akan muncul di bawah garis entry behavior. b. Pre-test Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Bila program tersebut merupakan sesuatu yang baru, maka tes inipun dapat ditiadakan. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir tetapi lebih mengenal profil anak didik berkenaan. Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pebelajar siap memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest, desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan menjadi terlalu mudah untuk pebelajar. c. Practice test Tes ini diberikan selama siswa sedang dalam proses belajar (Uno, 2007: 28, tes tersebut tes sisipan). Tes ini berfungsi untuk melihat apakah siswa memang telah dapat menangkap apa yang sedang dibicarakan dan juga untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa keterampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi keterampilan yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit. Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitorpembelajaran. d.Post-test Tes ini paralel dengan pre-test. Sama dengan pre-test, post-test mengukur tujuan pembelajaran. Post-test harus menilai semua objektif dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan. Post-test mungkin digunakan untuk menilai performa pebelajar dan untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh siswa. Tes ini merupakan tes acuan patokan yang mencakup pengukuran semua tujuan intruksional khusus yang ada terutama tujuan intruksional yang bersifat terminal. Dengan tes ini dapat diketahui bagian-bagian mana diantara pembelajaran yang belum dicapai. Daftar Pustaka : Sumber : http://hendrath-jmr.blogspot.com Rusman M.Pd, Metode-metode Pembelajaran, rajawali pers, Jakarta. Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasinya, Persada Pers, 2007 Arifin, Zainal, 2009, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, p: 13-87. Kiranawati, 2008, Evaluasi Pembelajaran, http://gurupkn.wordpress.com/2008/01/17/evaluasi-pembelajaran/, di ambil tanggal 26 April 2011.
MELAKUKAN PENILAIAN SUMATIF Penilaian sumatif adalah penilain yang di laksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang di capai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan – tujuan kurikuler di kuasai oleh para siswa. Penilaian ini berorientasi kepada produk, bukan kepada proses. Manfaat penilaian sumatif bagi guru : 1. Untuk membuat laporan kemajuan belajar siswa 2. Menata kembali seluruh pokok bahasan dan subpokok bahasan setelah melihat hasil tes sumatif, terutama untuk materi yang belum dikuasai siswa. 3. Melakukan penyempurnaan dan perbaikan alat penilaian tes sumatif yang telah digunakan berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh siswa. 4. Merancang program belajar siswa pada semester berikutnya berdasarkan hasil hasil yang dicapai dari tes sumatif sebelumnya. Baik formatif maupun sumatif semuanya akan bermanfaat bagi 1. Guru a. Dapat mengetahui kemampuan dirinya sebagai pengajar. b. Mengetahui pendapat atau aspirasi para siswanya dalam berbagai hal yang berkenaan dalam belajar mengajar. 2. Siswa Dapat meningkatkan dan memotivasi belajar yang lebih baik lagi berdasarkan hasil penilaian mengenai cara belajar dan kesulitan belajar serta hubungan sosial 3. Pemegang kebijakan a. Meningkatkan upaya-upaya pembinaan para guru dan siswa. b. Meningkatkan kemampuan profesional tenaga guru. c. Menyempurnakan penyelenggaraan pendidikan. Daftar Pustaka : 1. Muhaimin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya 2. Slameto, 1991, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester,Jakarta : Bumi Aksara 3. Sudijono Anas, 2009, Pengntar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers. 4. Sudjana Nana , 2004, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 5. Rusman, 2011, Model-model Pembelajaran, Jakarta ; Raja Grafindo Persada. 6. M. Atwi Suparman, Desain Instruksional (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004).